CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 07 Desember 2016

Islam Liberal di Indonesia



Indonesia sebagai negara yang sebagian besar penduduknya adalah umat islam tidak lepas dari perkembangan pemikiran dari awal mula tersebarnya islam di bumi pertiwi sampai indonesia merdeka. Awal mula islam berkembang di Indonesia berlawanan dengan kepercayaan masyarakaat, sehingga diperlukan strategi untuk menyebarkan islam di bumi indonesia. Salah satunya adalah menggabungkan kebudayaan dan nilai-nilai substansi keislaman. Strategi ini dapat diterima oleh masyarakat indonesia, mereka sedikit demi sedikit meniggalkan agama nenek moyang beralih ke agama yang rahmatal lil’alamin (islam). Pada sekarang ini, disaat indonesia telah merdeka dan kondisi masyarakat telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi, tentunya banyak permasalahan yang baru yang muncul di permukaan yang belum ada penjelasan yang jelas pada masa nabi saw. dengan keadaan yang semacam itu menuntut para intelektual muslim untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran islam.
Perjalanan pemikiran Islam itu juga dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15. Pada abad itu terjadi kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir, sehingga kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang terjajah. Di samping itu, para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak mendistorsi pemikiran Islam. Karena itu, terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam sendiri. Ada yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka. Kelompok ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif. Sedangkan anti tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan kelompok yang berpandangan liberal (Islam Liberal)
Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul di masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah yang diberbagai bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara lain. Gerakan Islam liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan.
 Di Indonesia ada beberapa tokoh islam liberal yang sering muncul dengan pemikiran-pemikiran yang provokatif dan kotroversial, seperti Nurcholis Madjid yang mempelopori gerakan seulerisme di Indonesia. Kemudian Prof. Dr. Harun Nasution yang memunculkan ide bahwa semua agama sama dan sekulerime. Dan beberapa tokoh lain yang ikut andil dalam pemikiran-pemikiran liberalnya seperti Ulil Abshar Abdalla. Djohan Efendy, Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid dan masih banyak tokoh lainnya.
Kebebasan berpendapat dan ruang publik yang lebih terbuka di Indonesia sejak jatuhnya rezim Orde Baru, telah membangkitkan berbagai diskusi publik, penerbitan buku-buku, artikel dan kebebasan media massa. Salah satu gerakan yang muncul dari keterbukaan politik tersebut adalah kelahiran Jaringan Islam Liberal sebagai forum pertemuan dari kalangan intelektual, aktivis, akademisi, dan rohaniawan yang memiliki komitmen terhadap pandangan Islam yang menghormati pluralisme, toleransi, dan kritis terhadap kecenderungan penyatuan agama dan politik.
Gerakan ini sebelumnya berawal dari diskusi-diskusi di mailing list islamliberal@yahoogroups.com. Diskusi ini diikuti oleh intelektual-intelektual di seluruh Indonesia. Pertemuan dan diskusi rutin mengenai tema-tema Islam liberal diawali dengan diskusi pada bulan Februari 2001 di Teater Utan Kayu yang dihadiri oleh kurang lebih seratus audiens. Setiap minggu kelompok ini bekerja sama dengan kantor berita radio 68 H untuk mengkaji tema-tema mengenai Islam liberal. Selain ini tiap minggu kelompok ini juga mengisi beberapa artikel dalam satu halaman penuh yang membahas mengenai Islam
Pada Maret 2001 Jaringan Islam Liberal (JIL) resmi didirikan di Jakarta. Organisasi, lebih tepatnya gerakan, ini melengkapi munculnya organisasi Islam serupa yang sudah ada lebih dulu: Rahima, Lakpesdam, Puan Amal Hayati, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), dan Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ). Sejak awal, JIL diniatkan sebagai payung atau penghubung organisasi Islam Liberal yang ada di Indonesia. Karena itu, gerakan ini tak memakai nama organisasi atau lembaga, tapi jaringan. Dengan nama jaringan, JIL berusaha jadi komunitas tempat para aktivis Muslim berbagai organisasi Islam Liberal berinteraksi dan bertukar pandangan secara bebas.
Lewat programnya, seperti diskusi publik, talkshow, sindikasi media, dan workshop, JIL berusaha konsisten mempromosikan dan menyebarluaskan gagasan pembaruan. Perhatian utama JIL adalah bagaimana menciptakan dan menjaga ruang kebebasan di Indonesia. Sebagaimana tokoh Islam Liberal awal, JIL meyakini kebebasan adalah kunci bagi kesejahteraan dan kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan tanpa kesejahteraan dan tidak ada kesejahteraan tanpa kebebasan.
Setelah satu tahun kemunculan Jaringan Islam Liberal terbitlah buku berjudul Wajah Liberal Islam di Indonesia hasil kerjasama Teater Utan Kayu dan JIL. Buku ini mendokumentasikan berbagai diskusi perdebatan dan dialog yang berlangsung di mailing list islamliberal@yahoogroups.com serta wawancara dan kolom di website Jaringan Islam Liberal, www.islamlib.com. Kemudian pada tahun 2003, terbit buku kedua berjudul Syari’at Islam: Pandangan Muslim Liberal. Buku ini berisi dokumentasi hasil diskusi terbatas JIL pada tanggal 10-13 Januari 2003 di Puncak Jawa Barat. Buku ini merupakan hasil kerjasama dengan The Asia Foundation.
Sejak tahun 2001 hingga 2005, Jaringan Islam Liberal telah melakukan kerjasama secara langsung dan memiliki jaringan di berbagai universitas seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Universitas Indonesia, Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ), Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), Universitas Paramadia, IPB, ITB, IAIN Sunan Gunung Jati, Universitas Islam Bandung (Unisba), Universitas Padjajaran (Unpad), IAIN Walisongo Semarang, Universitas Wahid Hasyim, Unissula (Universitas Sultan Agung), UNS, STAIN Kudus, Universitas Jendral Soedirman (Unsoed), UNAIR, UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas Negeri Malang (UNM), Unibraw, dan IKAHA.
Institusi yang turut memproduksi diskusi mengenai Islam Liberal di Indonesia adalah Yayasan Wakaf Paramadina yang didirikan oleh Nurcholish Madjid pada tahun 1993. Yayasna Wakaf Paramadina secara produktif mengembangkan ruang publik yang liberal dan bebas. Lembaga ini juga secara berkala mengumpulkan gagasan Nurcholish Madjid dan menerbitkannya dalam bentuk buku.
Komunitas Islam liberal lainnya yang juga memproduksi dan menyebarkan gagasan Islam liberal di Indonesia adalah ICIP (International Ccenter of Islam and Pluralism). Lembaga ini menerima dana dari The Asia Foundation. Lembaga ini memiliki kepentingan untuk membangun jaringan di antara kalangan pemikir, aktifis, dan organisai Islam yang berpandangan progresif di Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Pelacakan terhadap distribusi gagasan Islam liberal di Indonesia tidak terlepas dari peran Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) tahun 1993 di Yogyakarta. Lkis dikenal menerbitkan pemikiran kalangan intelektual-intelektual Timur Tengah yang memiliki perspektif pemikiran Islam Liberal.
Jaringan islam liberal berdiri di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari gerakan-gerakan keagamaan yang ada pada masa kekuasaan orde baru, ketika umat islam merasa ditekan dan dipinggirkan oleh pemerintahan pada masa itu. Gerakan-gerakan keagamaan ini selain dari disebabkan oleh factor penekanan oleh pemerintah juga di akibatkan oleh factor-faktor sebagai berikut:
o    Reinterpretasi teks agama.
o    Tumbuh dan berkembangnya wacana tentang pluralisme, HAM, kesetaraan gender dan demokrasi.
o    Munculnya beberapa gerakan yang bergerak dalam wilayah praksis di lapangan. Gerakan ini bergerak di bidang pendidikan politik, advokasi, pesebaran wacana/diskursus, pendampingan, rekonsiliator maupun fasilitator, yang sebenarnya gerakan NGO ini dapat bergerak ke arah gerakan sosial baru.
o    Keberadaan intelektul/cendikiawan independen dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan dan eksplorasi keilmuan yang bersifat multidisipliner, multibatas, dan kritis.
o    Munculnya krisis multi dimensi.
o    Munculnya kesadaran transformatif masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar