Indonesia sebagai negara yang sebagian besar
penduduknya adalah umat islam tidak lepas dari perkembangan pemikiran dari awal
mula tersebarnya islam di bumi pertiwi sampai indonesia merdeka. Awal mula
islam berkembang di Indonesia berlawanan dengan kepercayaan masyarakaat,
sehingga diperlukan strategi untuk menyebarkan islam di bumi indonesia. Salah
satunya adalah menggabungkan kebudayaan dan nilai-nilai substansi keislaman.
Strategi ini dapat diterima oleh masyarakat indonesia, mereka sedikit demi
sedikit meniggalkan agama nenek moyang beralih ke agama yang rahmatal
lil’alamin (islam). Pada sekarang ini, disaat indonesia telah merdeka dan
kondisi masyarakat telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan
teknologi, tentunya banyak permasalahan yang baru yang muncul di permukaan yang
belum ada penjelasan yang jelas pada masa nabi saw. dengan keadaan yang semacam
itu menuntut para intelektual muslim untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran
islam.
Perjalanan pemikiran Islam itu juga
dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15. Pada abad itu terjadi
kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir, sehingga
kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang
terjajah. Di samping itu, para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran
yang sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak mendistorsi
pemikiran Islam. Karena itu, terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam
sendiri. Ada yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan
mereka. Kelompok ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif.
Sedangkan anti tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan
perubahan dalam pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai
dengan pemikiran modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua
inilah disebut dengan kelompok yang berpandangan liberal (Islam Liberal)
Islam liberal merupakan salah satu gerakan
yang muncul di masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah
yang diberbagai bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di
Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara
lain. Gerakan Islam liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk
membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu
keterbelakangan.
Di
Indonesia ada beberapa tokoh islam liberal yang sering muncul dengan
pemikiran-pemikiran yang provokatif dan kotroversial, seperti Nurcholis Madjid yang mempelopori gerakan seulerisme di
Indonesia. Kemudian Prof. Dr. Harun
Nasution yang memunculkan ide bahwa semua agama sama
dan sekulerime. Dan beberapa tokoh lain yang ikut andil dalam
pemikiran-pemikiran liberalnya seperti Ulil Abshar Abdalla. Djohan Efendy,
Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid dan masih banyak tokoh lainnya.
Kebebasan berpendapat
dan ruang publik yang lebih terbuka di Indonesia sejak jatuhnya rezim Orde
Baru, telah membangkitkan berbagai diskusi publik, penerbitan buku-buku,
artikel dan kebebasan media massa. Salah satu gerakan yang muncul dari
keterbukaan politik tersebut adalah kelahiran Jaringan Islam Liberal sebagai
forum pertemuan dari kalangan intelektual, aktivis, akademisi, dan rohaniawan
yang memiliki komitmen terhadap pandangan Islam yang menghormati pluralisme,
toleransi, dan kritis terhadap kecenderungan penyatuan agama dan politik.
Gerakan ini
sebelumnya berawal dari diskusi-diskusi di mailing list islamliberal@yahoogroups.com. Diskusi ini diikuti oleh
intelektual-intelektual di seluruh Indonesia. Pertemuan dan diskusi rutin
mengenai tema-tema Islam liberal diawali dengan diskusi pada bulan Februari
2001 di Teater Utan Kayu yang dihadiri oleh kurang lebih seratus audiens.
Setiap minggu kelompok ini bekerja sama dengan kantor berita radio 68 H untuk
mengkaji tema-tema mengenai Islam liberal. Selain ini tiap minggu kelompok ini
juga mengisi beberapa artikel dalam satu halaman penuh yang membahas mengenai
Islam
Pada Maret 2001
Jaringan Islam Liberal (JIL) resmi didirikan di Jakarta. Organisasi, lebih
tepatnya gerakan, ini melengkapi munculnya organisasi Islam serupa yang sudah
ada lebih dulu: Rahima, Lakpesdam, Puan Amal Hayati, Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (P3M), dan Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ). Sejak
awal, JIL diniatkan sebagai payung atau penghubung organisasi Islam Liberal
yang ada di Indonesia. Karena itu, gerakan ini tak memakai nama organisasi atau
lembaga, tapi jaringan. Dengan nama jaringan, JIL berusaha jadi komunitas
tempat para aktivis Muslim berbagai organisasi Islam Liberal berinteraksi dan
bertukar pandangan secara bebas.
Lewat programnya,
seperti diskusi publik, talkshow, sindikasi media, dan workshop, JIL berusaha
konsisten mempromosikan dan menyebarluaskan gagasan pembaruan. Perhatian utama
JIL adalah bagaimana menciptakan dan menjaga ruang kebebasan di Indonesia.
Sebagaimana tokoh Islam Liberal awal, JIL meyakini kebebasan adalah kunci bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan tanpa kesejahteraan dan
tidak ada kesejahteraan tanpa kebebasan.
Setelah satu tahun
kemunculan Jaringan Islam Liberal terbitlah buku berjudul Wajah Liberal Islam
di Indonesia hasil kerjasama Teater Utan Kayu dan JIL. Buku ini
mendokumentasikan berbagai diskusi perdebatan dan dialog yang berlangsung di
mailing list islamliberal@yahoogroups.com serta wawancara dan kolom di website
Jaringan Islam Liberal, www.islamlib.com. Kemudian pada tahun 2003, terbit buku kedua
berjudul Syari’at Islam: Pandangan Muslim Liberal. Buku ini berisi dokumentasi
hasil diskusi terbatas JIL pada tanggal 10-13 Januari 2003 di Puncak Jawa
Barat. Buku ini merupakan hasil kerjasama dengan The Asia Foundation.
Sejak tahun 2001
hingga 2005, Jaringan Islam Liberal telah melakukan kerjasama secara langsung
dan memiliki jaringan di berbagai universitas seperti Universitas Islam Negeri
(UIN) Jakarta, Universitas Indonesia, Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ),
Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), Universitas Paramadia, IPB, ITB, IAIN Sunan
Gunung Jati, Universitas Islam Bandung (Unisba), Universitas Padjajaran
(Unpad), IAIN Walisongo Semarang, Universitas Wahid Hasyim, Unissula
(Universitas Sultan Agung), UNS, STAIN Kudus, Universitas Jendral Soedirman
(Unsoed), UNAIR, UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas Negeri Malang (UNM),
Unibraw, dan IKAHA.
Institusi yang turut
memproduksi diskusi mengenai Islam Liberal di Indonesia adalah Yayasan Wakaf
Paramadina yang didirikan oleh Nurcholish Madjid pada tahun 1993. Yayasna Wakaf
Paramadina secara produktif mengembangkan ruang publik yang liberal dan bebas.
Lembaga ini juga secara berkala mengumpulkan gagasan Nurcholish Madjid dan
menerbitkannya dalam bentuk buku.
Komunitas Islam
liberal lainnya yang juga memproduksi dan menyebarkan gagasan Islam liberal di
Indonesia adalah ICIP (International Ccenter of Islam and Pluralism). Lembaga
ini menerima dana dari The Asia Foundation. Lembaga ini memiliki kepentingan
untuk membangun jaringan di antara kalangan pemikir, aktifis, dan organisai
Islam yang berpandangan progresif di Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Pelacakan terhadap
distribusi gagasan Islam liberal di Indonesia tidak terlepas dari peran Lembaga
Kajian Islam dan Sosial (LKiS) tahun 1993 di Yogyakarta. Lkis dikenal
menerbitkan pemikiran kalangan intelektual-intelektual Timur Tengah yang
memiliki perspektif pemikiran Islam Liberal.
Jaringan islam liberal berdiri
di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari gerakan-gerakan keagamaan yang ada
pada masa kekuasaan orde baru, ketika umat islam merasa ditekan dan
dipinggirkan oleh pemerintahan pada masa itu. Gerakan-gerakan keagamaan ini
selain dari disebabkan oleh factor penekanan oleh pemerintah juga di akibatkan
oleh factor-faktor sebagai berikut:
o
Reinterpretasi teks agama.
o
Tumbuh dan berkembangnya wacana tentang pluralisme, HAM,
kesetaraan gender dan demokrasi.
o
Munculnya beberapa gerakan yang bergerak dalam wilayah praksis di
lapangan. Gerakan ini bergerak di bidang pendidikan politik, advokasi,
pesebaran wacana/diskursus, pendampingan, rekonsiliator maupun fasilitator,
yang sebenarnya gerakan NGO ini dapat bergerak ke arah gerakan sosial baru.
o
Keberadaan intelektul/cendikiawan independen dan perguruan tinggi
dalam rangka pengembangan dan eksplorasi keilmuan yang bersifat
multidisipliner, multibatas, dan kritis.
o
Munculnya krisis multi dimensi.
o
Munculnya kesadaran transformatif masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar