Murji’ah
Latar Belakang
Awal
kemunculan Murji’ah karena dua sebab, yakni:
1. 1.
Permasalahan Politik
Ketika
terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim(arbitrase)
atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah
menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali
yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an,
dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka
berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat
dihukumi kafir, sama seperti perbuata dosa besar yang lain. Seperti yang telah
disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi
thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini,
pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras
dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam
yang dikenal dengan nama Syi’ah
Dalam
suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap
netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara
golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan
ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan
yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya
yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan
ini di hari perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan
irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin
persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan
menghindari sekatrianisme.
2. 2.
Permasalahan ke-Tuhanan
Aliran
Murji’ah menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui
keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar
masih di anggap mukmindi hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar
besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun
melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi
dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin,
bukan kafir. Pandangan golongan ini dapat dilihat terlihat dari kata Murji’ah
itu sendiri yang berasal dari kata arja’a yang berarti orang yang menangguhkan,
mengakhirkan
dan memberikan pengaharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal
siksaan seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan
langsung masuk surga, sedangkan jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan
dosanya, setelah ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan
dimaksudkan karena mereka memandang bahan perbuatan atau amal sebagai hal yang
nomor dua bukan yang pertama. Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena
mereka menangguhkan keputusan hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di
hadapan Tuhan.
1. Pengertian Murji’ah
Murji’ah, baik sebagai kelompok
politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculaan syi’ah
dan khawarij. Pada mulanya kaum Murji’ah merupakan golongan yang tidak mau
turut campur dalam pertentangan – pertentangan yang terjadi ketika itu dan menyerahkan
penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu
kepada Tuhan.
2. Tokoh – tokoh Murji’ah
- Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
- Abu Hanifah
- Abu Yusuf
- Hasan ibn Bilal Al Muzni
- Abu Salat As-Sammam
- Dirar ibn Umar
- Abu Musa Ash-Shalihi
- Yunus as-Samary
- Abu Samr dan Yunus
- Abu Syauban
- Abu Marwan al-Ghailan bin Marwan ad-Dimsaqy
- al-Husain bin Muhammad an-Najr
- Abu Hanifah an-Nu’man
- Muhammad bin Syabib
- Muadz ath-Thaumi
- Basr al-Murisy
3. Pemikiran
Teologi Murji’ah
1.
Pandangan mereka nampaknya terlihat dari kata murji’ah
itu sendiri yang berasal dari kata “Arja’a” yang berarti orang yang menangguhkan,
mengakhirkan dan memberi pengharapan. Menangguhkan di
sini berarti mereka menunda soal siksaan seseorang di tangan Tuhan, yakni jika
Tuhan memaafkan hambanya maka seseorang akan masuk surga,sedangkan jika tidak
maka ia akan di siksa sesuai dengan dosanya dan setelah itu akan di masukkan ke
dalam surga NYA. Selanjutnya kata menangguhkan diartikan sebagai menangguhkan
keputusan hukum bagi orang orang yang melakukan dosa di hadapan Tuhan. Kata
“Arja” yang juga berarti Pengharapan bahwa orang islam yang melakukan dosa
besar bukanlah kafir tetapi tetap mukmin dan tidak kekal di neraka, mereka memberi
pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.
2.
Iman menurut ahlu sunnah golongan maturidiyah juga
menyatakan bahwa iman adalah kepercayaan dalam hati yang dinyatakan secara
lisan. Iman merupakan jaminan bagi seseorang untuk masuk surga dan kepatuhan
pada Allah yang menentukan derajat yang akan diperoleh pada seseorang di
dalamnya
0 komentar:
Posting Komentar